Sabtu, 28 Mei 2016

Hukum Perjanjian



Nama : Muhammad Arrighy Naresyach
Kelas : 2EB28
NPM : 27214107

HUKUM PERJANJIAN

Hukum Perjanjian
Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan sesuatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya, tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing-masing pihak. Jadi, perikatan merupakan konsekuensi logis adanya perjanjian. Hukum perjanjian akan sah di hadapan hukum jika memenuhi syarat sahnya.

Asas Dalam Perjanjian
1.       Asas Terbuka
Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan.
Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya
2.       Asas Konsensualitas
Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
3.       Asas kepribadian
suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga).

Syarat Sah Hukum Perjanjian
Di setiap kelompok atau perkumpulan, baik kecil atau besar, mempunyai suatu hukum atau aturan yang dibuat oleh kelompok atau perkumpulan tersebut. Akan tetapi, apakah seseorang itu mengerti dan paham tentang hukum tersebut.
Hukum adalah sebuah sistem yang sangat penting untuk menindaklanjuti penyalahgunaan sebuah aturan yang berlaku. Kata hukum berasal dari bahasa Arab, huk’mun, artinya menetapkan.
Hukum adalah sebuah sistem yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan, yang dilarang, atau yang harus dikerjakan. Selain itu, sebuah hukum dapat menjadi norma yang memilih suatu peristiwa atau kenyataan menjadi sebuah peristiwa yang memiliki akibat hukum.
Hukum yang berlaku di masyarakat ini dibagi menjadi beberapa bagian. Hukum-hukum tersebut adalah hukum pidana atau hukum publik, hukum perdata atau hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum internasional, hukum adat, hukum agama, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.
Hukum-hukum tersebut berlaku juga di negara Indonesia. Akan tetapi, tidak sedikit masyrakat Indonesia yang tidak mengerti hukum-hukum tersebut, sehingga apabila terjadi penyalahgunaan hukum, masyrakat yang awam hukum tidak mendapatkan hukum yang jelas.
Untuk itu, hukum yang berlaku di Indonesia diketahui dan dipahami oleh masyarakatnya, sehingga semua peraturan yang berlaku dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada dan negara pun menjadi aman, damai, dan sentosa. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu sebagai berikut.
1.       Terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.
2.       Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut.
3.       Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
4.       Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.
Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan pada saat membuat surat perjanjian
1.       Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Keinginan bebas dalam hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat melakukan perjanjian tanpa paksaan, ancaman, maupun segala hal berbau tipu daya. Perjanjian merupakan bentuk yang harus dilakukan secara sadar. Namun, faktanya masih ditemukan orang-orang yang membuat perjanjian di bawah tekanan atau ancaman.
2.        Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Maksudnya adalah perjanjian harus dibuat oleh pihak-pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Dalam hukum Indonesia, terdapat beberapa orang yang dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri sehingga harus diwakili, yaitu anak di bawah umur, orang cacat, perempuan yang sudah menikah karena harus membuat perjanjian di atas pengetahuan suami, dan sebagainya.
3.        Ada Objek yang Diperjanjikan
Perjanjian tentu harus dibuat berdasarkan objek yang nyata, bukan sesuatu yang sifatnya fiktif.
4.        Adanya Sebab yang Halal
Sebab yang halal dalam hal ini berarti bahwa sesuatu yang diperjanjikan harus sejalan dengan kaidah moral dan norma yang berlaku secara umum sebagai kebiasaan serta peraturan perundangan. Perjanjian tentu tidak sah jika bertentangan dengan kesusilaan.

Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1.       kesempatan penarikan kembali penawaran;
2.       penentuan resiko;
3.       saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
4.       menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.        Teori Pernyataan
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan.Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.       Teori Pengiriman
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c.        Teori Pengetahuan
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.       Teori penerimaan
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

Pembatalan Dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
salah satu pihak (biasanya debitur atau pembeli yang berhubungan bisnis dengan perusahaan besar) tidak memiliki hak memilih yang berarti terhadap beberapa atau seluruh persyaratan kontrak;
persyaratan kontrak biasanya ditetapkan oleh pihak yang memiliki kedudukan kontraktual yang lebih kuat dihadapkan pada harapan-harapan pihak yang berkedudukan lebih lemah.
Pelaksanaannya:
1. dibuat agar suatu industri atau bisnis dapat melayani transaksi tertentu secara efisien, khususnya untuk digunakan dalam akti- vitas transaksional yang diperkirakan akan berfrekuensi tinggi;
2. dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang cepat bagi penggunanya, tetapi juga mampu memberikan kepastian hukum bagi pembuatnya;
3. demi pelayanan cepat, ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis dan dipersiapkan untuk dapat digandakan dan ditawarkan dalam jumlah sesuai kebutuhan;
4. isi persyaratan distandarisir atau dirumuskan terlebih dahulu secara sepihak.
5. dibuat untuk ditawarkan kepada publik secara massal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar